Saturday 29 November 2025 - 21:59
Hikmah Nahjul Balaghah | Terimalah Permintaan Maaf Saudaramu, Meskipun Ia Berbohong

Hawzah/ Terkadang, ada orang yang melakukan kesalahan, lalu meminta maaf meskipun tidak memiliki alasan yang dapat dibenarkan. Namun, mereka datang (untuk meminta maaf) dengan perasaan malu dan rendah diri.

Berita Hawzah- Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib 'alaihissalam dalam Nahjul Balaghah menasihati kita dengan ungkapan sebagai berikut:

¹{الِاسْتِغْنَاءُ عَنِ الْعُذْرِ، أَعَزُّ مِنَ الصِّدْقِ بِهِ}

"Tidak perlu alasan untuk meminta maaf, karena itu lebih mulia daripada jujur dalam menyampaikannya (dengan alasan)."

Penjelasan:

Meskipun mengakui kesalahan dan meminta maaf serta keikhlasan atas apa yang telah diperbuat dari orang lain adalah tanda kebijaksanaan, sebagaimana sabda Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib 'alaihissalam:

²{اَلْمَعْذِرَةُ بُرْهَانُ اَلْعَقْلِ}

"Meminta maaf adalah bukti kebijaksanaan."

Namun, kita harus berusaha sekuat tenaga untuk tidak menempatkan diri dalam posisi yang mengharuskan kita meminta maaf dan pengampunan, karena hal itu dapat merusak harga diri dan martabat manusia.

Imam Ja'far As-Shadiq 'alaihissalam bersabda terkait hal ini:

³{لا یَنبَغی لِلمُؤمِنِ أن یُذِلَّ نَفسَهُ، قُلتُ: بِما یُذِلُّ نَفسَهُ؟ قالَ: یَدخُلُ فیما یَعتَذِرُ مِنهُ}

"Tidaklah selayaknya bagi seorang mukmin untuk menghinakan dirinya." Lalu, aku (Perawi) bertanya: 'Dengan cara apa seorang mulmin menghinakan dirinya?' Beliau menjawab: 'Ia melakukan perbuatan yang membuatnya harus meminta maaf'."

(Tentu saja, perlu ditegaskan kembali bahwa jika melakukan kesalahan, meminta maaf adalah tanda kebijaksanaan.)

Oleh karena itu, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib 'alaihissalam memberikan tolok ukur dan standar dalam berinteraksi dan menjalin hubungan sesama manusia. Beliau bersabda:

⁴{و احذَرْ کلَّ عَمَلٍ إذا سُئلَ عَنهُ صاحِبُهُ أنکَرَهُ أوِ اعتَذَرَ مِنهُ، و لا تَجعَلْ عِرضَکَ غَرَضا لِنِبالِ القَولِ}

"Dan waspadalah terhadap setiap perbuatan, yang mana jika pelakunya ditanya tentangnya, ia akan mengingkarinya atau meminta maaf darinya (memberikan alasan).Dan janganlah engkau jadikan kehormatanmu ('irḍ) sebagai sasaran (gharaḍ) bagi anak panah perkataan (buah bibir) orang lain."

Begitu pun, dalam interaksi antara Pencipta dan makhluk-Nya, prinsip yang sama juga berlaku.

⁵{تَرْکُ الذَّنْبِ، أَهْوَنُ مِنْ طَلَبِ الْمَعُونَةِ [التَّوْبَةِ] }

"Meninggalkan dosa lebih mudah daripada memohon pertolongan [atau bertobat]."

Nah, karena pembahasan mengenai meminta maaf telah diangkat, maka sudah sepatutnya kita juga menjelaskan peran agama bagi orang yang dimintai maaf.

Terkadang, ada orang yang melakukan kesalahan, lalu meminta maaf meskipun tidak memiliki alasan yang dapat dibenarkan. Namun, mereka datang (untuk meminta maaf) dengan perasaan malu dan rendah diri.

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib 'alaihissalam dalam hal ini, dengan ungkapan yang sangat indah, menasihati kita:


⁶{اِقبَلْ عُذرَ أخیکَ، و إن لَم یَکُن لَهُ عُذرٌ فَالتَمِسْ لَهُ عُذرا}

"Terimalah permintaan maaf saudaramu, dan jika ia tidak memiliki alasan (yang kuat), maka carikanlah alasan baginya."

Pentingnya menerima permintaan maaf sehingga Imam Ali Zainal Abidin As-Sajjad 'alaihissalām bersabda:

⁷{لاَ یَعْتَذِرُ إِلَیْکَ أَحَدٌ إِلاَّ قَبِلْتَ عُذْرَهُ وَ إِنْ عَلِمْتَ أَنَّهُ کَاذِبٌ}

"Tidak ada seorang pun yang meminta maaf kepadamu melainkan kamu menerima permintaan maafnya, meskipun kamu tahu bahwa ia berdusta (berbohong)."

Adapun kata penutup, kami tujukan kepada Allah Swt: "Ya Tuhan! Kami adalah pelaku kesalahan, kami menyesal, padahal kami tidak memiliki alasan apa pun. Engkau adalah Saksi dan Pengawas, namun kami tetap melakukan kesalahan! Kami menikmati nikmat-nikmat-Mu, namun kami berbuat dosa! Kini, kami tidak memiliki tempat berlindung selain di pintu-Mu. Al-'Afw, Al-'Afw, Al-'Afw (Ampuni kami, Ampuni kami, Ampuni kami)."

Catatan Kaki:

1. Nahj al-Balaghah, Hikmah ke-329.
2. 'Uyun al-Hikam, jilid 1, halaman 35.
3. Wasail al-Shia, jilid 16, halaman 156.
4. Nahj al-Balaghah, Hikmah ke-69.
5. Ibid., Hikmah ke-170.
6. Bihar al-Anwar, jilid 71, halaman 165.
7. Ibid., halaman 180.

Tags

Your Comment

You are replying to: .
captcha